Wednesday 17 May 2017

Cerpen Remaja

Part 2


Aku tengkurap diatas kasur berseprei hijau dengan motif daun dan bunga lili, Laptop berkali-kali aku mati dan hidupkan kembali. Bosan melandaku karena semua film didalamnya sudah pernah aku lihat dan berkali-kali pula. Sampai jauh tengah malam rupanya ketika aku tanpa sadar menoleh pada jam weker diatas meja 00.10 “hemh....10, keramat” ucapku lirih.
 10 juli bertahun-tahun silam aku pertama kali melihatnya, masih sangat belia dengan seragam baru putih abu-abu. Walau rasanya telah lama sekali tapi aku masih ingat betul bagaimana rupanya, hidungnya yang mancung, warna bibirnya yang masih merah dan pandangan yang mampu membuatku bahkan tak mampu untuk memandangnya. Namun, sayang dia terlalu tinggi untuk aku miliki.
Aku tercatat sebagai siswi yang biasa saja, tidak istimewa dan catatan prestasiku tidak bisa dibilang gemilang. Tentu saja lelaki ini tak pernah mengenalku; aku  tak ingin menyebut namanya dan bertemu dengannya lagi dalam hidupku karena hanya akan menumbuhkan perasaan yang telah lama aku ingkari.  Aku cukup tahu diri untuk tidak pernah menampakkan perasaanku pada lelaki ini, bahkan teman sebangku ku pun tidak. Aku menyimpannya cukup rapi. 
Ketika aku ingin melihatnya maka aku sedikit berlama-lama mengemasi  buku- buku dalam tas karena ku tahu dia selalu saja berjalan pada barisan paling akhir dari siswa-siswi yang lain, untuk akhirnya melewati pintu depan kelasku.  Sebenarnya, ketika hal itu terjadi, bahkan di setiap harinya aku tak benar-benar memandangnya aku hanya melihatnya melalui sudut mata. Dan aku pulang dengan bahagia, begitu saja, begitu amat sederhana.
Sampai suatu hari, “hai....”. Aku mengangkat mataku dari buku yang aku tekuni barisan katanya dalam perpustakaan  siang itu dan aku tak dapat bicara. Aku tertegun pada wajah yang tepat di depan wajahku, tersenyum menunjukkan barisan giginya yang rapi. “iya...” hanya itu kata yang sanggup keluar dari kerongkonganku selanjutnya  aku sibuk toleh kanan-kiri, perasaan was-was bahwa dia menegur orang yang salah.
“kamu vyan kan? ”, katanya dan aku hanya mengangguk
“aku melihatmu setiap hari disini dan bahkan duduk di tempat yang sama, ndak bosen ?”, katanya lagi.
“ndak....”, aku masih kehilangan memori yang menampung segala kosa kata yang aku pernah pelajari.
“aku ganggu ndak ?”
“ndak kok , ada apa ?”, ku beranikan untuk bertanya.
“hanya pengen tahu saja, kok rasanya aku sering melihatmu saja, setiap kali aku pulang sekolah”, katanya santai  sembari mengambil buku yang ada di meja di depan kami.
“hah.....????” aku tak sanggup bicara lagi.

No comments:

Post a Comment